SEHARI setiba di desa Kompang rasanya seperti baru melewatinya satu jam. Bukan karena aktifitas yang padat, tetapi waktu tidur yang berlebihan. Udara yang sejuk, bahkan nyaris menjadi sangat dingin saat malam mejadikan jadwal istirahat semakin mendominasi. Apalagi setelah lima jam perjalanan yang melelahkan. Jalan berbukit, berkelok dan semakin menelikuk berusaha menghindari lubang-lubang jalan.
Saat seperti ini sangat mirip dengan bayanganku saat membaca cerita-cerita pengorganisiran dalam buku-buku maupun artikel-artikel. Suasana membingungkan di mana terjadi kelangkaan inisiatif dalam beraktifitas. Belum bisa menentukan apa yang ingin dilakukan. Hanya bisa mereka-reka metode apa cocok digunakan esok. Membayangkan pembicaraan dengan petani-petani di kebun mereka, ikut dalam pembicaraan sore ibu-ibu, membeli rokok di warung sembari mencari informasi, sampai masuk di dalam kantor birokrasi untuk mengosiasikan pertemuan. Sayangnya semua masih hayalan. Berhayal banyak hal, nyatanya masih terduduk diam di teras rumah menghitung jumlah kendaraan yang melintas di depanku.
Jumlah motor yang masuk di desa Kompang saat ini sangat banyak. Untuk satu pengusaha jual beli motor seperti pak Udin saja, sudah ada sekitar 20 buah motor yang terjual dari tangannya di desa ini. Semakin banyak peminat kendaraan asal negara matahari terbit ini. Pak Udin termasuk pedagang motor yang ulet. Selain di Kompang, dia juga menjual motornya di beberapa daerah lain seperti Palopo, Sengkang, Toraja, hingga di provinsi lain seperti Sulawesi Barat. Dari informasi pak desa, meningkatnya daya beli penduduknya mungkin karena membaiknya penghasilan petani dari penjualan tanaman cengkeh.
***
SEJAK pertama kali ke desa Kompang, ada fenomena baru yang cukup menggelisahkan, razia dan palang jalanan. Warga di beberapa desa sekitar kota—sebelum masuk ke wilayah kota Sinjai—melakukan ronda malam dengan memalang jalanan. Palang jalan bisa berupa portal bambu atau meletakkan benda apapun yang bisa memperlambat pengendara yang akan melintasinya.
Apa yang dilakukan warga ini bukanlah aktifitas rutin yang dilakukan sejak lama, tetapi sebuah reaksi dari beberapa kasus pencurian yang semakin marak terjadi. Di wilayah kota, sudah ada beberapa rumah yang jadi korban. Harta benda raib saat ditinggal penghuninya kerja. Tidak terkecuali rumah yang berada di samping kantor polisi. Kemudian pencurian ini merembet ke daerah-daerah desa. Kali ini ternak petani menjadi sasarannya. Nah, untuk mencegah pencuri-pencuri ini, warga menginisiasi ronda malam dengan menutup jalur keluar Sinjai dengan palang-palang. Memintai kartu identitas orang-orang yang dicurigai masuk dalam sindikat pencurian ini.
Dari sebuah cerita di sebuah bengkel, ada salah satu pencuri yang pernah tertangkap. Pencuri itu masih sangat muda, bisa dikatakan masih anak-anak. Saat tertangkap dan dibawa ke kantor polisi, dia menolak untuk memberikan informasi tentang aktifitas dan informasi terkait teman-temannya. Bahkan anak ini tidak takut sama sekali saat dipaksa dan diancam untuk memberikan informasi, malah mengancam balik dan bersedia untuk dibunuh. Hanya satu informasi yang dia berikan. Dia mengatakan ada sekitar seratus orang temannya yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten Sinjai dengan tugas sama seperti dirinya. Mereka semua berasal dari kabupaten Gowa. Hanya itu. dari informasi inilah kemudian warga terus menjaga kewaspadaannya dengan merutinkan kembali ronda malam di beberapa titik di desa masing-masing.
Pemalangan warga ini bukan hanya membuat was-was pencuri, tetapi juga warga dari daerah lain yang akan melintas. Bahkan kabarnya ada salah seorang anak SMU yang tewas menabrak pelang bambu karena tidak melihatnya saat melaju di jalan. Pernah juga sebelumnya sebuah mobil hancur dihantam warga karena menolak untuk menghentikan kendaraannya oleh peronda yang membawa sejata tajam, parang misalnya. Pemilik kendaraan menyangka peronda ini sekelompok orang mabuk yang ingin memeras, dan peronda menyangka mobil ini berisikan para pencuri karena menolak untuk diperiksa. Akhirnya kejadian pun tidak bisa terhindarkan.
Untuk saling mengingatkan, warga terus saling menghimbau kepada sesamanya untuk berhati-hati saat menggunakan kendaraan pada malam hari. Untuk tidak takut dan pergi dengan tergesa-gesa saat diberhentikan para peronda agar tidak memunculkan kecurigaan, terutama saat malam.
***
PAK Asikin, seperti biasanya asik dengan televisinya. Saat aku datang bersama teman-teman, topik pembicaraan maling pajak, Gayus Tambunan, menjadi topik hangat salah satu program acara TV ONE. Dan seperti biasanya pula, teh hangat terhidang, siap diseruput. Kemudian, kejutan! Mucullah bubur jagung pulu, jagung yang sebulan ini membuatku penasaran. Penasaran ingin merasakannya karena cerita-cerita orang desa Soga tentang misteri kenikmatan jagung pulu.
Sembari bercerita, pak Asikin menggulung rokoknya. Di tengah-tengah gulungan dia berkomentar mengenai harga tembakau yang semakin mahal. Bahkan sampai harga 20 ribu rupiah. Harga ini lebih mahal dari sebungkus rokok Surya yang dulunya sudah dianggap rokok bergengsi di desa ini—karena memang harganya lebih mahal (11 ribu rupiah) dari rokok-rokok yang biasa dijual di desa-desa. Meningkatnya harga tembakau ini karena semakin kurangnya petani yang menanam tembakau akibat anomali cuaca pada tahun 2010 kemarin. Akibatnya, banyak tanaman yang rusak, bahkan gagal memanen.
Pak Asikin adalah tokoh yang cukup dikenal oleh warga sekitar desa Kompang. Selain tokoh berpengaruh, dia juga saat ini mengemban tanggung jawab sebagai kepada dusun. Dengan adanya fenomena palang-memalang ini, pak Asikin juga kebagian jatah ronda malam. Tidak heran, tiap malam akan banyak sekelompok laki-laki dewasa berkumpul di rumahnya untuk melakukan koordinasi ronda yang ada di beberapa titik di desa Kompang.
Saat aku menanyai masalah ini, dia hanya berpesan, ‘kalau ada yang mencegat dan ingin bertanya, usahakan jangan lari, kalau ingin selamat’. Yah, aku ingin selamat. Selamat dari masalah-masalah pencurian, karena aku bukan pencuri yang mereka maksud. Penduduk desa Kompang juga tentu ingin selamat. Harta benda mereka bisa selamat dari pencuri-pencuri itu. Pencuri juga ingin selamat tentunya.



Salam Putra Desa Tassese, Terimah kasih Banyak telah memgenal banyak Kampung halamanku yg jauh dari kota, desa kami berasa di desa agraris yang dulunya jauh dri perkembangan, tpi Alhamdulillah sekarang sudah bisa di katakan sebagai desa berkembang, dengan berbagai model yg telah berubah, Terimah kasih pula telah menulis Artikel ini say sangat bangga melihat artikel ini,.Terimah kasih Banyak, sekarang klw masih mau berkunjung kesana kami siap menerima kembali, Arhy 082187417002
BalasHapus