RAMBUTNYA sudah berubah menjadi sangat kuning kaku hingga angin tidak
lagi sanggup membuatnya bergerak ke kiri dan ke kanan. Begitu kering berdiri
tegap diatas kulit kepala. Dua hari lalu, dia menggunakan baju yang sama dengan
hari ini, kemeja putih bergaris warna biru. Di sisi kanan dan kiri baju nampak bercak
coklat kotoran bercampur keringat. Jika melihat anak seumur 5 tahun, bagian
pipi adalah hal menarik yang ingin disentuh. Tetapi pipi Fajar tidak semulus
pipi anak seumurnya karena pipi Fajar penuh dengan kotoran dan kasar.
Pagi hari, Fajar bersama Ibunya memasuki Pasar Terong. Dengan
tergesa-gesa Ibunya berjalan cepat sambil menggandeng Fajar yang langkahnya
terseok-seok mengikuti langkah Ibunya. Ibunya khawatir jika Fajar akan hilang
seperti dua minggu yang lalu. Dari cerita seorang pemetik batang lombok rekan
kerja Ibunya, Fajar tersesat saat bermain hingga ke wilayah jalan Cendrawasih.
Jarak Pasar Terong ke Jalan Cendrawasih sekitar 2 Kilometer. Setelah Ibunya melapor
ke Polisi, tersiar kabar bahwa Fajar sedang bersama salah satu anggota Polisi,
tidak jauh dari tempat Fajar tersesat. Setelah kejadian tersebut, Ibunya tidak
lagi membiarkan Fajar berjalan dalam keadaan terlepas dari genggaman tangannya.
Melihat umur Fajar yang beranjak 6 tahun, seharusnya dia
bersekolah bersama teman-temannya yang lain. Namun Fajar masih saja terlihat asik
bermain di Pasar Terong, tepatnya di wilayah tangga selatan gedung permanen
pasar bersama anak-anak yang lebih muda dari umurnya.
Fajar dikenal dengan panggilan Buaya oleh pedagang di Pasar Terong.
Menurut pedagang disana, saat kecil Fajar kerap mengguling-gulingkan badannya
di tanah. Kelakuan tersebut mirip dengan Buaya yang sedang berjemur, sehingga
Fajar akrab dipanggil dengan sebutan Buaya. Oleh karena melihat kondisi ekonomi
keluarga Fajar yang kekurangan, banyak pedangan yang memberikan uang jajan
kepada Fajar setiap harinya.
Selama masa penelitian etnografi pasar yang dilakukan AcSI (Active
Society Institute) sejak bulan Januari 2009, Fajar kerap meluangkan waktu untuk
menemani teman-teman peneliti bercerita dan berfoto. Karena begitu akrabnya
Fajar dengan peneliti, Dia akan menanyakan kepada pedagang yang dikenalnya
tentang keberadaan peneliti. “Dimana temanku?”, seperti itu Dia menanyakannya.
Bahkan Fajar selalu menawarkan diri agar diajak bersama peneliti untuk
menemaninya berkeliling pasar. Kata Ibunya, Fajar sangat ingin sekolah
setingkat mahasiswa agar kelak bisa menjadi seorang peneliti.
Ada kebiasaan Fajar yang unik. Fajar juga sering kali
memberikan makanannya yang hanya cukup untuk dirinya kepada peneliti AcSI.
Kebiasaan berbagi ini telah meghadirkan ikatan emosional yang dalam antara
Fajar dan peneliti AcSI. Sebagai imbalan, biasanya Fajar meminta dirinya untuk
difoto. Fajar memanggil para peneliti dengan satu panggilan yang seragam,
“Teman”.
Lingkungan pasar telah menjadi arena bermain bagi Fajar dan anak-anak
lainnya. Lingkungan dimana mereka tumbuh besar bersama keterampilan bertahan
hidup dari keterpurukan ekonomi keluarga. Keterampilan yang diturunkan oleh
orang tua mereka. Bagaimana cara menghidupi diri dengan pendidikan yang
pas-pasan. Saat keluar dari lingkungan pasar itu, Fajar ditodong oleh
tutuntutan status pendidikan formal untuk bekerja.
Pernah suatu kali, buaya diperintahkan oleh temannya untuk
mencuri pakaian di salah satu pedagang di dalam gedung. Menurut Fajar, dia
diancam akan dipukuli jika tidak mengikuti perintah tersebut. Oleh karena sikap
jujur yang Fajar pegang, saat berhasil menyerahkan pakaian curian kepada
temannya, dia melaporkan kepada pendagang tersebut bahwa dia baru saja mencuri
pakaiannya. Karena iba melihat sikap tersebut, pedagang itu memaafkannya,
kemudian menasehati Fajar agar tidak mengulanginya lagi. Inilah sekolah informal
yang menuntut anak-anak seperti Fajar memegang teguh sikap jujur, sama halnya
yang diajarkan oleh sekolah-sekolah formal. Hanya karena permasalahan uang,
Fajar tidak mengikuti sekolah formal milik pemerintah.
Secara alamiah, sistem yang terbentuk di dalam lingkungan
pasar telah membentuk nilai-nilai. Secara tegas, sistem ini mendidik
orang-orang di dalamnya untuk mengikuti, termasuk Fajar anak pasar lokal ini. Sistem
ini telah berjalan selama puluhan tahun, seiring dengan perkembangan masyarakat
di luarnya. Sebuah lingkungan yang menjadikan Fajar menikmati masa kecil dengan
pendidikan informal yang ditawarkan oleh masyarakat pasar.
Fajar
adalah salah satu produk pendidikan informal pasar lokal. Pasar lokal yang
dianggap banyak kalangan sebagai tempat menjamurnya prilaku kriminal ternyata
ditentang oleh realitas kehidupan Fajar. Namun tidak berimbang pula jika
melihatnya sebagai sesuatu yang sangat ideal, karena tidak dapat dipungkiri
dalam sebuah kelompok masyarakat pasti ada penentangan atas nilai-nilai yang
berlaku. Inilah yang perlu untuk dikaji, mengingat minimnya perhatian terhadap
pasar lokal. Regulasi yang adapun masih sangat mencolok dalam menganaktirikan
pasar lokal. Sementara pasar lokal sebagai sebuah kenyataan sosial, terus
mereproduksi nilai-nilai positif yang bermanfaat. Fajar adalah alumni sekolah
informal pasar lokal yang patut mendapat hak yang sama dengan anak-anak yang
belajar di sekolah formal milik pemerintah.[]



0 komentar:
Posting Komentar