Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 24 Januari 2012

Buaya di Pasar Terong



RAMBUTNYA sudah berubah menjadi sangat kuning kaku hingga angin tidak lagi sanggup membuatnya bergerak ke kiri dan ke kanan. Begitu kering berdiri tegap diatas kulit kepala. Dua hari lalu, dia menggunakan baju yang sama dengan hari ini, kemeja putih bergaris warna biru. Di sisi kanan dan kiri baju nampak bercak coklat kotoran bercampur keringat. Jika melihat anak seumur 5 tahun, bagian pipi adalah hal menarik yang ingin disentuh. Tetapi pipi Fajar tidak semulus pipi anak seumurnya karena pipi Fajar penuh dengan kotoran dan kasar.

Pagi hari, Fajar bersama Ibunya memasuki Pasar Terong. Dengan tergesa-gesa Ibunya berjalan cepat sambil menggandeng Fajar yang langkahnya terseok-seok mengikuti langkah Ibunya. Ibunya khawatir jika Fajar akan hilang seperti dua minggu yang lalu. Dari cerita seorang pemetik batang lombok rekan kerja Ibunya, Fajar tersesat saat bermain hingga ke wilayah jalan Cendrawasih. Jarak Pasar Terong ke Jalan Cendrawasih sekitar 2 Kilometer. Setelah Ibunya melapor ke Polisi, tersiar kabar bahwa Fajar sedang bersama salah satu anggota Polisi, tidak jauh dari tempat Fajar tersesat. Setelah kejadian tersebut, Ibunya tidak lagi membiarkan Fajar berjalan dalam keadaan terlepas dari genggaman tangannya.

Melihat umur Fajar yang beranjak 6 tahun, seharusnya dia bersekolah bersama teman-temannya yang lain. Namun Fajar masih saja terlihat asik bermain di Pasar Terong, tepatnya di wilayah tangga selatan gedung permanen pasar bersama anak-anak yang lebih muda dari umurnya.

Fajar dikenal dengan panggilan Buaya oleh pedagang di Pasar Terong. Menurut pedagang disana, saat kecil Fajar kerap mengguling-gulingkan badannya di tanah. Kelakuan tersebut mirip dengan Buaya yang sedang berjemur, sehingga Fajar akrab dipanggil dengan sebutan Buaya. Oleh karena melihat kondisi ekonomi keluarga Fajar yang kekurangan, banyak pedangan yang memberikan uang jajan kepada Fajar setiap harinya.

Selama masa penelitian etnografi pasar yang dilakukan AcSI (Active Society Institute) sejak bulan Januari 2009, Fajar kerap meluangkan waktu untuk menemani teman-teman peneliti bercerita dan berfoto. Karena begitu akrabnya Fajar dengan peneliti, Dia akan menanyakan kepada pedagang yang dikenalnya tentang keberadaan peneliti. “Dimana temanku?”, seperti itu Dia menanyakannya. Bahkan Fajar selalu menawarkan diri agar diajak bersama peneliti untuk menemaninya berkeliling pasar. Kata Ibunya, Fajar sangat ingin sekolah setingkat mahasiswa agar kelak bisa menjadi seorang peneliti.

Ada kebiasaan Fajar yang unik. Fajar juga sering kali memberikan makanannya yang hanya cukup untuk dirinya kepada peneliti AcSI. Kebiasaan berbagi ini telah meghadirkan ikatan emosional yang dalam antara Fajar dan peneliti AcSI. Sebagai imbalan, biasanya Fajar meminta dirinya untuk difoto. Fajar memanggil para peneliti dengan satu panggilan yang seragam, “Teman”.

Lingkungan pasar telah menjadi arena bermain bagi Fajar dan anak-anak lainnya. Lingkungan dimana mereka tumbuh besar bersama keterampilan bertahan hidup dari keterpurukan ekonomi keluarga. Keterampilan yang diturunkan oleh orang tua mereka. Bagaimana cara menghidupi diri dengan pendidikan yang pas-pasan. Saat keluar dari lingkungan pasar itu, Fajar ditodong oleh tutuntutan status pendidikan formal untuk bekerja.

Pernah suatu kali, buaya diperintahkan oleh temannya untuk mencuri pakaian di salah satu pedagang di dalam gedung. Menurut Fajar, dia diancam akan dipukuli jika tidak mengikuti perintah tersebut. Oleh karena sikap jujur yang Fajar pegang, saat berhasil menyerahkan pakaian curian kepada temannya, dia melaporkan kepada pendagang tersebut bahwa dia baru saja mencuri pakaiannya. Karena iba melihat sikap tersebut, pedagang itu memaafkannya, kemudian menasehati Fajar agar tidak mengulanginya lagi. Inilah sekolah informal yang menuntut anak-anak seperti Fajar memegang teguh sikap jujur, sama halnya yang diajarkan oleh sekolah-sekolah formal. Hanya karena permasalahan uang, Fajar tidak mengikuti sekolah formal milik pemerintah.

Secara alamiah, sistem yang terbentuk di dalam lingkungan pasar telah membentuk nilai-nilai. Secara tegas, sistem ini mendidik orang-orang di dalamnya untuk mengikuti, termasuk Fajar anak pasar lokal ini. Sistem ini telah berjalan selama puluhan tahun, seiring dengan perkembangan masyarakat di luarnya. Sebuah lingkungan yang menjadikan Fajar menikmati masa kecil dengan pendidikan informal yang ditawarkan oleh masyarakat pasar.

Fajar adalah salah satu produk pendidikan informal pasar lokal. Pasar lokal yang dianggap banyak kalangan sebagai tempat menjamurnya prilaku kriminal ternyata ditentang oleh realitas kehidupan Fajar. Namun tidak berimbang pula jika melihatnya sebagai sesuatu yang sangat ideal, karena tidak dapat dipungkiri dalam sebuah kelompok masyarakat pasti ada penentangan atas nilai-nilai yang berlaku. Inilah yang perlu untuk dikaji, mengingat minimnya perhatian terhadap pasar lokal. Regulasi yang adapun masih sangat mencolok dalam menganaktirikan pasar lokal. Sementara pasar lokal sebagai sebuah kenyataan sosial, terus mereproduksi nilai-nilai positif yang bermanfaat. Fajar adalah alumni sekolah informal pasar lokal yang patut mendapat hak yang sama dengan anak-anak yang belajar di sekolah formal milik pemerintah.[]


0 komentar:

Posting Komentar