‘Bersihkan tanganku!’, itu perintah yang rumit.
Serumit baris ombak kecil yang mendekat di hadapanku. Kadang tinggi, kadang rendah. Sebelumnya jauh, sekarang dekat. Mengecup ibu jari kakiku yang dingin, tetapi tidak berusaha menghindar. Seperti perahu di atas pasir tanpa air di dasarnya. Hanya bisa diam melihat sejuta kerumitan laut.
Serumit pasir di selah jari-jarimu. Saat kau mengulurkannya, aku menangkap jari bersama sejuta kerumitan.
Kau tahu. Aku sangat beruntung malam itu bisa mendengar ledakan. Lima kali ledakan. Ketika aku berani melihat sedikit senyum di antara cahaya warna-warni.
Itu alasanku menangkap jarimu. Memungut satu persatu bulir pasir, meletakkannya kembali ke pantai. Aku ingin kerumitan perlahan hanyut ke dasar laut. Pastinya, esok, saat bulan membesar, pasir-pasir kerumitan bisa mengalir meninggalkan hidupmu. Hidup kita sayang.
Seingatku, untuk kedua kalinya kau berkata, ‘Hidup itu lucu, pantas untuk ditertawakan’. Sebelumnya, kau mengatakan itu sambil membersihkan air di bawah matamu yang berkaca.
Aku akan sangat bangga bisa membawa jari-jarimu bersamaku. Bersama membenamkan pasir ke dalam air, agar tidak ada lagi angin yang menerbangkannya. Agar tidak ada lagi mata yang tersakiti oleh pasir beterbangan.[]



0 komentar:
Posting Komentar